Saya dan Masa Post Partum


https://www.femina.co.id/images/images/ASI.jpg

Setelah bayi lahir, rasanya begitu lega. Saya garis bawahi, sangat sangat lega, karena kita seolah mendapatkan hadiah yang begitu diidam idamkan, yang lamanya kurang lebih 40 minggu kita jaga dengan sebaik baiknya di dalam kandungan. Ketika masih mengandung, saya sangat takut, bila nanti terjadi ketuban pecah dini, entah rembes atau pecah, bayi lahir premature, bayi terlilit, letak sungsang dan lainnya. Namun Alhamdulillah, hingga waktu 37 minggu bayi sehat dalam kandungan, sehingga saya sudah bisa tenang, karena saat 37 minggu, bayi sudah siap untuk dilahirkan, walaupun menurut guru saya, persalinan terjadi paling baik pada 39 minggu ke atas, karena semua organ sudah siap dan matang. Saya sudah membuat birth plan, untuk imd dan lotus birth. Namun ternyata kami belum bisa melakukan lotus birth karena selaput plasenta adik bayi robek-robek, jadi bila dipaksakan bisa menimbulkan bakteri dan dikhawatirkan akan menyebabkan infeksi bagi bayi. Segera setelah lahir, kami melakukan inisiasi menyusui dini (IMD) selama 1 jam lebih, dan selama itu lah tali pusat bayi saya belum dipotong, sehingga walau belum bisa lotus birth, saya melakukan delayed chord clamping (DCC) atau penundaan pemotongan tali pusat yang memiliki banyak manfaat juga bagi bayi. Saat ditanya oleh bidan saya apakah tidak masalah bagi saya karena tidak bisa melakukan lotus birth, saya menjawab tidak apa-apa, saat bayi sudah dalam pelukan dalam kondisi sehat, saya merasa hal hal lain yang berjalan kurang sesuai dengan rencana, dapat ditolerir. Walaupun ketika saya sudah sehat ada perasaan menyesal karena tidak bisa lotus birth, tapi kembali lagi, pasti itu ada persiapan saya yang kurang sehingga lotus birth tidak bisa dilakukan, karena kondisi tidak ideal.
Menjadi ibu baru dengan kelahiran yang pertama begitu membingungkan bagi saya. Saya berusaha belajar banyak soal proses menuju persalinan, namun saya belum menimba banyak ilmu untuk proses pengasuhan bayi baru lahir (newborn) dan masa post natal atau pasca persalinan bagi diri saya sendiri.         Saya pindah kota ketika kehamilan memasuki usia 30  minggu, dan dengan begitu saya perlu waktu untuk beradaptasi dengan lingkungan baru, dan saya juga masih asing dengan kondisi kota ini, dan akhirnya saya tidak belajar disini untuk persiapan pasca kelahiran atau biasa disebut Trimester 4, karena ternyata memang banyak kondisi bayi yang perlu untuk diperhatikan apalagi oleh ibu yang belum berpengalaman. Saya mengira mengasuh bayi baru lahir bisa dilakukan secara alamiah saja, ketika usia kehamilan 33 minggu saya sempat merasa agak stress karena takut apakah bisa mendidik bayi, apakah bisa menyusui, apakah ilmu yang dipunyai cukup dan lain lain, sehingga untuk menenangkan diri, saya berkata pada diri sendiri, secara natural ibu juga sudah dibekali dengan intuisi untuk mengasuh, jika ia bisa hamil dan melahirkan. Namun memang intuisi saja tidak cukup, namun setidaknya itu menenangkan, karena yang pertama ibu juga tidak boleh panik agar pikiran selalu terjaga dan bisa mengasuh bayi dengan baik.
Untuk konteks saya kemarin, setelah bidan membantu pengeluaran plasenta, memeriksa kondisi ibu dan bayi bahwa ibu bayi dalam kondisi sehat dan aman, bidan lalu kembali ke kota asal yakni Duri yang berjarak sekitar 1,5 jam dari kota saya tinggal, Dumai. Setelah melahirkan, saya merasa lemas dan belum bisa berjalan. Saya bertanya pada bidan apakah normal kalau saya merasa begitu letih. Bidan menjawab sangat normal, karena semua anggota tubuh dipusatkan dan semua energi dikeluarkan demi lahirnya si bayi. Memang beberapa orang ada yang bisa langsung berjalan, namun karena riwayat hb rendah, saya hanya bisa berbaring. Untuk naik ke tempat tidur, dari lantaipun suami yang menggendong saya (sedikit menyeret lebih tepatnya). Sekitar 2 jam setelah kelahiran, saya minta ijin untuk tidur sejenak, dan diperbolehkan oleh bidan, namun kenyataannya saya masih sulit tidur, hanya bisa memejamkan mata. Menurut teori, setelah 6 jam maka ibu akan bisa buang air kecil. Dan bila tidak ada perdarahan dalam jangka waktu tersebut, ibu dinyatakan aman, saya sangat merasa bersyukur karena walaupun HB rendah, saya tidak perdarahan. Mungkin karena pengaruh DCC, sugesti positif, perasaan bahagia, dan terbentuknya bonding dengan bayi karena IMD. Namun tentu saja dengan izin Allah SWT. Belakangan saya ketahui bahwa DCC memang bisa menghindarkan ibu dari perdarahan.
Saat itu saya merasa nelangsa karena tidak bisa berjalan, tidak bisa banyak beraktivitas. Namun keberadaan orangtua dan suami sangat sangat membantu. Mereka mensupport penuh fisik dan mental saya agar bisa menyusui dengan baik. Saya masih menyerahkan pengasuhan pertama bayi saya pada ibu saya, ibu saya menyiapkan makanan pendukung ASI dan suami saya selalu menyuapi saya makan. Pada saat itu, saya juga bahkan harus mengenakan diapers untuk buang air. Saya tidak menyangka bahwa pasca melahirkan bisa menjadi begitu berat, karena semua badan terasa sakit, ditambah dengan kondisi jahitan yang nyut-nyutan, saya terus mengafirmasi tubuh bahwa jahitan bisa cepat segera mengering, sel sel darah juga bisa berproduksi dengan baik, sehingga semuanya bekerjasama untuk membenahi keseimbangan kondisi metabolisme tubuh seperti sediakala.
Untuk kasus saya, saya memiliki kandung kemih yang kecil sebenarnya (dulu pernah periksa ke dokter), dan pada saat proses melahirkan, saya ingat saya hampir selalu minta minum, setelah kontraksi berlangsung. Dan sekitar pukul 03.00 pagi kalau tidak salah ingat, saya sudah tidak bisa buang air kecil karena kondisi kandung kemih yang sudah terdesak. Terkadang, beberapa orang merasa enggan untuk buang air kecil karena takut terjadi sesuatu pada jahitan perineumny.  Setelah proses persalinan berlangsung, saya merasa kandung kemih saya penuh namun sangat sulit untuk merasakan sensasi mengejan agar  air seni bisa keluar. Saya tidak tahu, apakah sebenarnya air seni sudah keluar sedikit demi sedikit sebelumnya, namun baru 24 jam kemudian saya merasakan sensasi ingin pipis, dan akhirnya bisa buang air kecil sangat banyak, saya merasa sangat lega karena sebelumnya saya juga was was bila harus di kateter, seperti kasus ibu ibu lain karena memang, tidak bisa untuk buang air kecil setelah melahirkan adalah hal yang cukup wajar. Di hari kedua, saya merasa lebih segar dan ingin berjalan menuju kamar mandi. Setelah  2 langkah bangun dari tempat tidur dan dipapah oleh suami dan ibu saya, mata saya berkunang-kunang dan saya jatuh terduduk.  Sebuah hal yang belum pernah saya alami sebelumnya, bahkan ketika kelelahan berjalan dari puncak gunung dulu, saya tidak merasakan sensasi  seperti hendak pingsan, seperti saat ini. Di hari berikutnya saya baru bisa belajar duduk, dan hari berikutnya saya baru belajar berjalan lagi. Baru di hari kelima, ketika adik bayi hendak imunisasi, saya bisa berjalan dengan lebih banyak langkah.
Selain itu, ada hal baru lagi yang tidak kalah pentingnya yakni mengASIhi atau menyusui bayi. 2 hari pertama, air susu saya masih belum keluar namun tetap harus menyusui, agar otak terstimulus untuk terus memproduksi air susu, sehingga putting menjadi lecet karena terus disedot oleh bayi. Namun pada hari ketiga saya melihat cairan kental kekuningan yang keluar, yakni kolostrum. Tetap saja saya masih ragu apakah itu benar kolostrum atau bukan, namun setelahnya air susu makin lancar keluar rasanya bahagia luar biasa. Saya semakin yakin, bahwa wanita dibekali dengan kemampuan menyusui, asalkan support system-nya mendukung. Sebelum ASI keluar, saya makan daun katuk setiap hari, hingga jus daun pepaya, pokoknya semua harus diusahakan hingga ASI bisa melimpah dan mencukupi kebutuhan adik bayi.
Karakter bawaan bayipun berbeda beda, anak saya termasuk easy child. Ia sangat mudah tertidur tanpa meminta digendong dalam jangka waktu yang lama. Saya dan suami menerapkan kebiasaan kami yakni mematikan lampu saat tidur, sejak pertama kali anak kami tidur bersama kami. Anak kami menjadi terbiasa tidur nyenyak setelah waktu maghrib hingga waktu subuh sampai saat ini. Ia jarang menangis di waktu tidurnya, hanya sedikit gelisah ketika hendak meminta minum atau makan. Proses pelekatan bayi sayapun tergolong mudah, karena banyak sharing dari ibu ibu lain yang menyatakan bahwa anaknya masih sulit untuk menyusu karena proses pelekatan yang tidak benar, yang bisa membawa pengaruh pada perkembangan berat badan bayi. Untuk hal ini saya sangat bersyukur, karena sangat memudahkan saya beradaptasi menjadi seorang ibu. Saya sarankan bagi ibu hamil yang hendak melahirkan, mempersiapkan juga factor psikologis setelah melahirkan, karena selain fisik yang menanggung beban berat, juga perlu beradaptasi dengan karakter bayi. Terutama bayi yang berkarakter sulit. Bila fisik,mental, dan spiritual ibu sudah dipersiapkan dengan baik, insyaallah ibu bisa mendidik anaknya dengan bahagia dan menghasilkan generasi penerus yang baik, tangguh dan penuh keceriaan di masa mendatang.



Komentar

Postingan Populer