Meningkatkan Kualitas Hubungan dengan Allah.
Fix, percakapan malam ini dengan suami membuat saya merinding. Seperti biasa, kami sering berbincang perihal aktivitas harian kami dan beberapa hal lain yang seringkali berujung pada pembahasan dasar dasar hidup. Oh ya awalnya kami sempat membahas seorang saudara yang katanya niatnya sedekah namun membicarakannya di wa grup. Wallahualam. Lalu ada pula yang mengajak shalat tahajud namun berkoar koar di wa grup lagi, sehingga membuat kami bertanya tanya bahwa saat ini esensi ibadah seringkali telah bergeser. Kemudian suami mulai membicarakan tentang sedekah diam-diam dan ibadah diam-diam.
Bagaimana bila kita bayangkan bahwa di alam kubur kita sendirian, siapkah kita menerima kesepian itu? Kesepian yang paling sepi dan kengerian yang paling ngeri. Sering saat kita shalat, kita merasakan ketidakkhusyukan, kita membayangkan kesibukan kesibukan kita setelah ini, memegang gadget kembali dan lain sebagainya. Padahal nanti, setelah kita mati, tidak ada lagi kata -setelah- yang ada hanyalah -sebelum- apa apa yang telah lewat, apa apa yang telah kita perbuat. Di sana, Kita berusaha menghitung hitung, berapa banyak amalan kita, seberapa dekat kualitas hubungan kita dengan Allah. Kita mengingat dalam satu hari, berapa banyak amalan yang kita lakukan secara sadar dan mungkin bisa diterima oleh Allah. Mengerikan bukan?
Lalu suami mulai mengingatkan kembali, untuk mengingat betapa sepinya alam kubur, kita perlu bangun di sepertiga malam baik untuk berdzikir ataupun shalat tahajud yang mendekatkan kita padanya, di malam yang begitu sepi, dan baiknya perbanyak amalan amalan jariyah yang diam diam, yang benar benar berkualitas hanya antara “aku dan Allah” karena hanya amal baik kita yang akan membantu kita di timbangan hari akhir.
Komentar
Posting Komentar