Mengapa memilih HOMEBIRTH?
Saya mendengar beberapa cerita dari teman saya sendiri, yang
kurang mengenakkan dan cukup menimbulkan trauma tentang persalinan mereka.
Beberapa di antaranya :
·
Th 2013 : Teman saya melahirkan anak pertamanya
di bidan Yessie, Klaten setelah ditolak oleh beberapa bidan di Solo, waktu itu
tekanan darahnya naik tinggi, tapi bukan karena pre eklampsia tapi karena
memang secara genetik ada bawaan tekanan darah tinggi, dan tegang ketika hendak
melahirkan. Bu Yessie menenangkannya, mendampingi sambil menyetel musik kesukaannya (dia keyboardist metal btw, saya gak tau apakah wkt itu dia disetelin musik metalš©) . Yang jelas bu Yessie menghantarkan bayinya turun ke dunia dengan cara yang lebih menyenangkan. Dari situ saya tau bidan Yessie.
·
Th 2015 : teman saya menceritakan tentang anak
pertamanya yang tidak bisa Inisiasi Menyusui Dini (IMD) karena bayinya lahir
kecil, (di bawah standar 2500gram), tiba
tiba bayinya diberi sufor tanpa minta izin anggota keluarga. Saya bukan anti
sufor, tapi penggunaan sufor harus didiskusikan dahulu dengan orangtua, karena
tidak sedikit bayi yang alergi dengan susu sapi, atau pencernaannya sangat
sensitif. Pada kelahiran anak ke 2,3,4 nya, ia membawa istrinya ke bidan dekat
rumah saja ketika sudah mulas2, dan memang secara genetik anaknya lahir kecil,
hampir semuanya berkisar 2000-2500 gram. Dari situ saya sempat berdiskusi tentang
gentle birth, namun belum tau tentang apa itu gentle birth. (iyalaah nikah aja
belommm mamen).
·
Th 2018 : Teman saya menceritakan tentang
bayinya yang harus masuk inkubator, karena pernafasannya pendek-pendek. Bayinya
dirawat hingga beberapa hari, waktu itu ia sudah diperbolehkan pulang, namun
bayinya harus tinggal di RS. Tiap hari, ia mengantarkan ASIP ke RS, namun pada
suatu hari, bayinya sudah menangis kehausan tengah malam, karena perawat
mengatakan ASIP nya sudah habis.
·
Th 2018 : Kakak ipar saya tidak mendapatkan
penanganan yang memadai di RS, ia bolak balik di VT untuk mengecek pembukaan oleh
beberapa dokter resident, dan kondisinya saat itu sedang kontraksi hebat,
padahal sekecil apapun tindakan pada pasien perlu meminta izin pada ybs.
Th 2007 : seorang penulis menceritakan kisah persalinannya, mulai dari diinduksi, lalu berakhir dengan SC. Ketika sadar setelah sc, dia meringkuk kedinginan dan bayinya sudah dibawa petugas. Ia merasakan kurangnya koneksi antara dia dan si bayi saat itu dan menyesalinya.
Th 2007 : seorang penulis menceritakan kisah persalinannya, mulai dari diinduksi, lalu berakhir dengan SC. Ketika sadar setelah sc, dia meringkuk kedinginan dan bayinya sudah dibawa petugas. Ia merasakan kurangnya koneksi antara dia dan si bayi saat itu dan menyesalinya.
·
Beberapa kisah mengenai kata kata kasar dari
petugas RS dan membuat ibu yang sedang dalam proses persalinan menjadi down dan
stress menghadapi persalinannya.
Dari beberapa cerita tersebut, saya membayangkan, bayi yang
sebelumnya meringkuk nyaman dan hangat di dalam rahim, ditemani dengan suara
suara aliran darah, detak jantung, suara ayah dan ibunya, tiba tiba setelah
lahir harus menghadapi sendiri dunia luar ketika secara sepihak dipisahkan
dengan orangtuanya. Saya sangat kesulitan membayangkan betapa sedihnya bila
jadi si bayi, baru membayangkan saja, saya tidak kuat, apalagi jika nanti harus
menghadapimya.
Saya sadar sepenuhnya bahwa kondisi fisik dan mental diri
sendiri merupakan tanggung jawab diri sendiri . Ketika saya hendak melahirkan, Qadarullah saya berada di kota kecil, yang pastinya pilihan provider medisnya lebih sedikit dibanding di kota besar, sehingga saya harus mengandalkan kekuatan diri, dan menggantungkan semua pada ketetapan Allah. Saya tidak menyalahkan oknum oknum petugas medis, karena
mereka juga melakukan apa yang menjadi tugas mereka dalam sistem kerja mereka,
selain itu petugas medis juga mungkin memiliki kondisi yang naik turun juga,
ada kalanya mereka juga mengalami kesedihan, mood yang sedang tidak baik, dan stress/tekanan.
Saya menemukan banyak juga petugas medis yang bekerja dengan sangat baik,
sangat melayani, dan memanusiakan pasien.
#catatan saya diambil dari Birthplan
Saya menginginkan persalinan di rumah (Homebirth)
dengan metode waterbirth jika memungkinkan. Hal ini didasari oleh:
· Saya tidak memiliki risiko medis yang
tinggi (tidak ada riwayat caesar-namun beberapa orang juga bisa
melahirkan normal pasca caesar di rumah, tidak ada penyakit berat seperti
diabetes, tekanan darah tinggi/rendah, tidak ada penyakit bawaan, HB kisaran
10.5)
· Posisi dan kondisi bayi hingga 33 minggu
masih bagus, kepala di bawah, punggung di sebelah kiri, tidak ada
lilitan, plasenta di tengah atas/tidak menutup jalan lahir, air ketuban cukup
dan akan terus diobservasi hingga 37-40 minggu. Dan diusahakan posisi bisa
anterior serta bayi bisa masuk panggul.
Saya
memandang kehamilan dan proses kelahiran adalah proses normal, alami, dan
bukanlah sebuah penyakit.
· Imunitas tubuh saya sudah
terbiasa dengan lingkungan rumah, sehingga adaptasi
bayi saya akan lebih cepat dengan kondisi lingkungan sehingga
meminimalisir adanya infeksi berat.
· Saya
bisa mengatur posisi, kondisi lingkungan sekitar, dan
suasana seperti keinginan saya, dan si bayi tentunya.
KEUNTUNGAN HOMEBIRTH (referensi buku “bebas
takut hamil dan melahirkan”, by Yessie Aprilia)
1. Statistik
menunjukkan bahwa melahirkan di rumah lebih aman daripada di RS untuk ibu
berisiko rendah, dengan perawatan dan petugas yang berkualitas dan memadai.
2. Di
rumah, ibu akan melahirkan dalam privasi dan kenyamanan lingkungan yang
familiar, dikelilingi oleh orang orang tercinta, ibu bebas menentukan posisi
dan memakai pakaian yang paling nyaman.
3. Pada
Homebirth, proses persalinan dilakukan sealami mungkin, tanpa campur tangan dan
intervensi yang tidak perlu
4. Studi
menunjukkan bahwa risiko infeksi berkurang, baik pada ibu maupun bayi.
5. Selama
proses persalinan, ibu bebas berjalan, makan minum,mengubah posisi, membuat
suara (mengerang) dll
6. Pada
Homebirth ibu bebas memilih pendamping, yang memberikan sugesti positif pada
ibu.
7. Tidak
perlu khawatir tentang kapan harus ke RS, Karena sudah didampingi bidan
profesional.
8. Dukungan
yang terus menerus diberikan oleh bidan akan memberikan penilaian berkelanjutan
pada kondisi bayi dan ibu selama proses kelahiran dan setelah kelahiran.
9. Ikatan
ibu dan bayi sangat difasilitasi dan tidak terganggu. Ibu pasti bisa IMD dan
rooming in sehingga tidak akan terpisah dari anaknya.
10. Tidak ada SC dan
forsep, transportasi ke RS diperlukan JIKA ADA intervensi yang diperlukan saja.
11. Kemungkinan terjadi
episiotomi sangat rendah.
12. Kehamilan dan proses
kelahiran dipandang sebagai peristiwa yang normal, alami, dan bukan penyakit.
KEKURANGAN HOMEBIRTH
1. Klien
harus mempunyai tanggungjawab yang lebih besar,atas kesehatan mereka sendiri,
yakni secara fisik,mental, dan spiritual.
2. SC,Forsep,vakum
tidak tersedia
3. Analgesik
tidak tersedia
*Tambahan
4. Rumah
berantakan karena banyak darah dan residu persalinan :D
Saya sangat menyadari saat ini, pilihan saya melakukan homebirth benar benar tepat bagi saya. Yang
saya ingat tentang proses persalinan pertama saya hanyalah kebahagiaan. Saya
bisa memandangi dan memeluk bayi saya kapanpun saya mau, semua organ bayi saya
ketika dilahirkan sudah terbentuk secara sempurna, dan tidak ada kekurangan
suatu apapun. Bayi saya sangat sehat secara fisik, (semoga secara mental dan spiritual juga) dan bisa bertumbuh kembang
sesuai dengan milestonenya. ALHAMDULILLAH.
Tentu melakukan Homebirth harus memiliki banyak pertimbangan, dan
menyadari sepenuhnya bagaimana kondisi tubuh saat itu. Selain itu, ada proses
proses yang harus dilakukan agar proses
persalinan di rumah menjadi nyaman, dan aman untuk dilakukan. Jadi, jangan sekonyong konyong di minggu ke 39 menginginkan homebirth ya moms.
Komentar
Posting Komentar